Senin, 14 Januari 2019

Sekelumit Kamu

Gak bisa ingat dengan pasti kapan pertama kali dekat. Yang pasti, kita sama-sama jadi santri baru di 2007 (yaampun, ketahuan umurnya, deh!) Itu pun kami beda kamar dan kenal sekadar nama dan asal (ini wajib, karena nama saja bisa jadi salah panggilan)

Nah, di 2008, kami pindah komplek karena statusnya sudah bukan lagi santri baru. Kami dibaur dengan santri senior (ini ukurannya mukim, bukan usia). Kamar baru kami berada di komplek baru (baru jadi) dan terletak di bagian paling pojok bangunan ma'had. Depan kamar pas, udah jemuran😂

Kami menyebutnya kamar Cemara (Cewek Masyitoh Robi'ah) atau kamar komplek M4 (baca: M robe') dan aku tidak ingat dengan jelas berapa banyak kami sekamar waktu itu. Yang pasti, lebih dari 20 oranglah ya...😅

Dia, Badi'atul Lathifah sekamarku bersama beberapa 'mantan' santri baru lainnya. Coba aku ingat-ingat sebentar. Ada Badi' n her twin, aku, Elisa, Ni'mah, Imeng, Neng Tika. Duh, banyak lupanya (faktor U, jangan dibully gaess). Aku justru banyak ingat santri seniornya. Ada Unik, Mbak Fenti, Mbak Hom, Ndawat, Mbak Shofi, Fathin (gak usah ditambah Shidqia), Mbak El. Dan, duh! Tetep aja banyak lupanya🤣

Sekilas, biasa aja n nothing special. Kita berteman dan dekat dengan siapapun. Tahu kan, namanya santri, makan bareng, tidur bareng, nyuci bareng, susah bareng, sambang bareng. Gimana jadi gak akrab?

Nah, intensitasnya berubah karena waktu itu, Phephe (seperti yang kuceritakan di blog sebelumnya) beberapa kali berkunjung ke rumah. Secara, ke Semarang naik bus, lewat Tuban pasti. Itu dulu, sebelum doi kebiasaan naik kereta. Bisa dibilang, itu titik awal keakraban kami.

Ada banyak cerita terlewati. Seperti awal 2015, kami mbolang (motoran) ke Bojonegoro -yang perjalanannya 3 jam dari Tuban- untuk menghadiri nikahan teman, si Tutut. Selain itu juga nikahan teman yg kebetulan tetanggaku sendiri. Dia emang gitu sih, expert ke mana-mana. Gak heran, laqobnya sejuta langkah.

Persahabatan yang tersisa say hello singkat lewat dumai (baca: terancam punah) kembali terhubung sebab perniagaan. Siapa kira, cewek yang dulu blingsatan, grusa-grusu, kini menjelma jadi perempuan wise banget dengan berbagai ketrampilan. Dia bahkan jauh lebih dewasa ketimbang aku yang dulunya justru aku yang sering nasehatin dia. Mungkin, ini yang disebut dunia terbalik. *Apose...

Aku juga lupa sih, sejak kapan kalau masing-masing kami ulang tahun kemudian bertukar kado. Jangan disinggung bentuk dan nominalnya, kami masih sama-sama receh untuk urusan harta. Mungkin, benda hanya simbolik. Ada yang lebih sakral ketimbang ukuran materi. Doa.

Kelahiran kami hanya beda 3 bulan lebih duluan aku. Jadi, anggap saja kita seri untuk masalah kedewasaan. Akhir-akhir ini otakku geser beberapa centi, jadi biarkan sementara dia yang menerima gelar "a wise woman".

Oh ya. Singkat cerita, untuk membalas kemurah hatiannya yang sudah beberapa kali (seingatku cuma 2x sih, eh, apa lebih ya?🙄) main ke rumah, aku berencana main juga ke rumahnya. Modalnya nekat dan ada niat lain untuk menyambangi Semarang. Tepatnya, pertengahan tahun kemarin.

Cuma 2 hari sih, tapi alhamdulillah cukup. Dan masih ada bonus di akhir tahun 2018nya, kami kembali bertemu di Lamongan. Ini dalam hajat yang berbeda, ziarah haji orang tua si Dina. Tentangnya sedikit kubahasa di tulisan ini.

Kemudian, aku ingin membenarkan maqolah "Bergaullah dengan orang-orang beraura positif. Jika tidak lekas menjadi baik, setidaknya kita bisa meneladaninya."

Phe....
Aku tak akan mengumbar doa terbaik itu di tulisan ini. Cukup Allah saja yang tahu. Kamu pribadi baik yang akan ditemukan orang baik. Perihal hidup, sudah ada porsinya masing-masing. Bagianku tentulah tak sama dengan bagianmu. Namun, semoga bahagiamu lebih dari bahagiaku.

Allaah ma'ak😇


🖤
Tuban 14012019
#muthyasadeea #tulisandee #ceritadee

4 komentar:

Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee