Beberapa hari lalu, saya mengunjungi Masjid Namira. Sepertinya, sudah banyak tulisan yang memuat tentang masjid indah tersebut. Saya tidak sendiri, ada ibu yang menemani. Tulisan singkat ini tidak akan membahas tentang Namira atau kemegahannya dan segala tetek bengeknya. Namun, kecuali dengan tulisan, kritik seperti apa yang bisa disampaikan orang yang tak tahu harus kemana menyampaikannya.
====
Tak seperti biasa, lapangan parkir Masjid Namira di pukul 08.00 terlihat cukup padat. Mobil-mibil berkelas terparkir di muka masjid. Selain itu, ada pula 2 bus yang bertengger di antara parkiran motir dan mobil tersebut. Ini sungguh tidak seperti hari-hari sebelumnya ketika saya berkunjung.
Rupanya, sebuah prosesi sakral tengah digelar. Aqdun nikah. Saya mencari tahu, dari manakah rombongan berasal? Dari jajaran mobil yang terparkir, rerata plat mobil berhuruf sama, L. Itu kemungkinannya dari wilayah Surabaya atau Sidoarjo. Subhaanallaah.... Terkadang, untuk mengenang sebuah perjalanan yang 'layaknya' terjadi sekali seumur hidup, kita ingin menjadikannya seberhatga mungkin.
Pukul 08.25 menit, suara ijab qobul sudah memenuhi masjid. Ah, mereka tengah berbahagia. Namun, bukan itu poin yang kngin saya sampaikan. Namun setelahnya.
Merasa bukan dari bagian undangan, saya dan ibu, sesampainya di Masjid Namira, segera mendirikan dhuha. Karena memang sudah kami niatkan, mendirikan dhuha di masjid yang megah tersebut (versi masyarakat jawa timuran, khususnya Lamongan, Tuban dan Bojonegoro). Alhamdulillaah, shaff perempuan disekat dengan papan dari plastik penuh sehingga menghalangi pandangan kami ke seluruh masjid, yang dalam konteks ini akan membuat kami ikut bisa melihat keramaian undangan nikah.
Sekitar pukul 09.00, keadaan masjid mulai sepi. Syukur, aku dan ibu sudah menyempurnakan dhuha dan bisa mengahbiskan sisa waktu untuk berfoto. Jujur, niat utamanya memang ingin melihat kemegahan Masjid Namira secara nyata, bukan sekadar lewat warta daring atau foto instagram. Ketika tengah berfoto itulah, datang seorang laki-laki tua. Dia mengenakan koko hitam yang sedikit lusuh dengan sarung berwarna putih (aslinya) juga memakai peci hitam yang bertengger miring di kepalanya. Dia menertibkan orang-orang, termasuk kami -aku dan ibu- yang tengah asyik berfoto. Uniknya, caranya menertibkan bukan dengan kalimat kasar, memegang tongkat atau sejenisnya yang menyerupai petugas keamanan. Ia menanyai setiap orang (yang sibuk berfoto) hanya dengan satu pertanyaan.
"Sudah dhuha?"
Ketika aku dan ibu mengangguk dan menjawab dengan sopan "iya", dia mengizinkan kami melanjutkan aktifitas berswafoto ria kami. Namun, berbeda dengan serombongan anak muda yang berada tak jauh dariku. Mereka mengelak dan justru mencibir. Miris sebenarnya melihat hal sesederhana itu terjadi. Iya, hanya diminta shalat dhuha. Thoh, yang mendapat keuntungan dengan dhuha yang didirikan adalah diri kita sendiri.
Dari kejadian yang super singkat itu, saya mengambil satu benang merah. Bahkan, untuk sesuatu yang ringan pun, jika memang bukan kebiasaan dan tidak mau membiasakan, maka akan terasa berat. Bahkan, sekadr diingatkan kebaikan, jika memang tidak terbiasa, juga enggan mendengar.
Ah, saya jadi teringat Pak Tua itu. Apakah sehari-harinya ia memang mengingatkan para pengunjung untuk mendahulukan menemui "tuan rumahnya" daripada langsung berfoto-foto seolah berada di wahana wisata? Pak Tua... Semoga jariyah mengalir untukmu.
Mungkin, nasehat ini juga bisa untuk siapapun. Namun, sepenuhnya saya tengah menasehati diri sendiri. Bahwa Allaah tidak akan rugi bahkan jika kita membangkang. Justru kuta sendirilah yang merugi sebab pembangkangan kita.
Tuban, 02092018
#muthyasadeea #tulisandee #karyadee
#komunitasonedayonepost #batch_6 #odopbatch_6
Masyaallah,
BalasHapusAndai semua marbot atau petugas mesjid seperti itu, mungkin banyak orang betah berlama-lama dimasjid.
Kadang saat ke masjid dan membawa anak saja, sudah ditegur dan diwanti-wanti supaya anak jangan berisik.
Padahal orang tuanya cuma mau mengenalkan dan membiasakan anak dengan mesjid, supaya besar nanti bisa ikut serta memakmurkannya.
Btw.
Salam kenal mba dee
luar biasaaaa ya si bapak ini, gak mudah loh memberanikan diri mengingatkan suatu kebaikan, apalagi itu soal ibadah. semoga si bapak tersebut senantiasa sehat dan mendapat keberkahan, amin
BalasHapuswww.innaistantina.com
Dakwah for life💪
BalasHapusMa syaa Allah merinding
BalasHapus👍
BalasHapusSubhanallah...noted for my self :)
BalasHapus"Thoh, yang mendapat keuntungan dengan dhuha yang didirikan adalah diri kita sendiri."