Senin, 18 Februari 2019

Bapak Revolusioner

~~~
Terlahir dengan nama Kusno pada 6 Juni 1902, pemuda ini telah tumbuh dengan kecintaannya yang penuh terhadap Indonesia. Pemikirannya yang kemudian dikenal dengan paham marhaenisme merupakan perenungannya ketika berusia 15 tahun yang tengah menikmati persawahan di Priangan.

Namanya berubah menjadi Karna (yang dalam bahasa sanskerta berarti telinga) lantaran sang bapak, Raden Sukemi Sostrodihardjo, sabgat mengidolakan Karna dalam pewayangan Mahabharata (hal. 32). Selain tersebab Kusno kecil sering terkena penyakit, malaria, disentri, dan penyakit lain yang datang musiman.

Sukarno telah memilih mengabdikan hidupnya untuk Indonesia begitu ia menyadari bahwa banyak rakyat yang telah menderita selama 3,5 abad. Ia berkeinginan kuat untuk melepaskan Indonesia dari penjajahan dan mulai menyusun langkah yang bisa ditempuhnya untuk menuju kemerdekaan.

Di usia muda, ia sudah ikut pada keluarga Pak Cokro di Surabaya di mana semua keluarganya tinggal di Blitar. Ia tinggal bersama beberapa anak indekos lain yang juga sama-sama belajar. Setelah lulus sekolah inleader, Sukarno berniat melanjutkan pendidikan di Bandung. Sayang, tak sampai lulus, karena Sukarno harus kembali ke Surabaya (Pak Cokro terkena kasus dan terancam akan dijebloskan dalam penjara).

Usai urusan di Surabaya, Sukarno kembali ke Bandung melanjutkan pendidikannya. Namun, di tengah usahanya, ia menikahi seorang janda, Inggit. Kehidupan Sukarno membaik. Sekalipun janda, Inggit adalah wanita baik-baik dan masih terbilang sangat cantik. Sayang, hingga menginjak usia 40 tahun, Sukarno tak dapat menimang anak darinya. Karno tidak pernah berniat menceraikannya, namun, Inggit tak mau dimadu.

Padahal, kisah Sukarno dan Inggit sudah melalui banyak cerita. Dari pemenjaraan Sukarno di Sukamiskin selama 8 bulan, di mana keduanya sama sekali tak bisa saling bertemu dan berhubungan. Berselang 4 bulan kemudian, Sukarno diasingkan ke Pulau Flores 4 tahun lamanya. Dari situ pengasingan masih dilanjutkan ke daerah Bukittinggi di Sumatera.

Maka, di Bengkululah Sukarno untuk pertama kali bertemu Fatmawati yang pada awalnya hanya dianggap sebagai anak angkat sebagaimana banyak anak lain yang belajar pada Sukarno. Dari sejak itu, Inggit sudah sangat tidak berempati pada keberadaan Fatmawati. Bahkan, ketika ada pertikaian kecil, sudah pasti inggit akan membela pihak yang berseberangan dengan gadis 15 tahun itu.

Babak baru kehidupan Sukarno kembali dibuka. Pernikahannya bersama Fatmawati harus dibagi dengan konsentrasinya merumuskan kemerdekaan yang telah lama diimpikannya. Hidupnya sebagai buronan para kolonial harus berpindah-pindah, bahkan untuk tidur malam. Ia tidak bisa merencanakan akan tidur di mana di setiap petang tiba.

Sampai tiba ia bahkan diculik ke Rengasdengklok tepat pada detik-detik sebelum proklamasi. Hal itu pun terjadi karena Sukarno masih menjadi orang nomor satu yang paling dicari dan diincar keberadaannya. Tepat pada malam 16 Agustus 1945, usai sahur, tubuhnya yang sudah teramat letih tersebab tak tidur beberapa malam (karena penculikan ini) dan juga malarianya memang kambuh, Karno sama sekali tak bisa beranjak dari tempat tidur.

Fatmawati yang saat itu sibuk mengurus Guntur, hanya bisa memberikan aba-aba pada semua orang bahwa suaminya tak bisa diganggu. Namun, Bung Karno bersikukuh untuk bangun dari tempat tidurnya. Ia melihat rakyat mulai berdatangan, berduyun-duyun dari berbagai penjuru menuju rumah di jalan Pegangsaan Timur nomor 56.

Maka, Jumat Legi, 10 Ramadhan 1364 Hijriah, bertepatan dengan 17 Agustus 1945 Masehi, pukul 10.00 WIB, proklamasi dibacakan dengan lantang oleh Bung Karno. Tak ada yang istimewa dalam acara sakral tersebut. Bendera terpasang dengan tiang bambu, lagu Indonesia Raya berkumandang dari seluruh hadirin, tak ada tamu kebangsaan, atau para diplomat aristokrat yang hadir.

Di awal 17 Agustus inilah, serentetan perjuangan Sukarno benar-benar dimulai.

Baca lengkapnya di:
Judul : Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat
Penulis : Cindy Adams
Tebal buku : 415 halaman
Cetakan : Kelima, 2018
Penerbit : Yayasan Bung Karno dan Media Pressindo, Yogayakarta
~~~



🖤
Tuban 18022019
#muthyasadeea #tulisandee #karyadee
#onedayonepost #ReadingChallengeOdop #level2tantangan2
#tugaslevel2 #ceritabiografi

1 komentar:

  1. Pak Karno, founding father Indonesia. Makasih untuk tulisannya, Mbak.

    BalasHapus

Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee