Selasa, 26 Februari 2019

Kenapa Harus Nginggris?

~~~
Judul buku : Xenoglosofilia Kenapa Harus Nginggris?
Penulis : Ivan Lanin
Ukuran buku : 13 x 19 cm, 232 halaman
Penerbit : PT Kompas Media Nusantara
ISBN : 978-602-412-412-0
~~~


Buku ini membedah kata-kata yang sering digunakan dewasa ini. Milenialisme yang membuat kita mau tak mau akrab dengan dunia digital, menjadikan kita justru meninggalkan jauh kalimat-kalimat baku berbahasa Indonesia. Tak perlu jauh-jauh. Penulis dalam platform ini, nyatanya lebih sering menggunakan istilah blogger ketimbang "narablog".

Kemudian, mari kita lihat dengan dunia media sosial kita yang lebih suka menempatkan kalimat online ofline daripada "daring luring", yang terkadang konteks kebahasaan sekarang di(paksa)masuk akalkan sesuai kehidupan sehari-hari. Hal-hal ini pada akhirnya jadi lumrah karena kita yang enggan mengampanyekan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Akan jadi aneh, memang. Ketika orang-orang lebih suka menggunakan kata link, maka, ketika kita mengatakan "pranala", pasti akan terbersit perasaan seolah menjadi alien, berasa kayak berbeda dengan kebanyakan orang. Sebarapa banyak orang yang menggunakan kata download daripada "unduh" atau kata upload ketimbang "unggah"?

Itu baru pembahasan tentang beberapa kata asingnya. Ivan Lanin juga menemukan permasalahan pada bahasa serapan yang dicampur adukkan antara serapan bahasa Belanda, Inggris, atau Portugal. Jadi, karena posisi bangsa kita merupakan bekas jajahan Belanda, jelas banyak kata serapan diambil dari Belanda, bukan Inggris. Misal, bentuk baku analisis (diserap dari bahasa Belanda, analyse), bukan analisa (yang diserap dari bahasa Inggris, analysis).

Buku ini benar-benar akan membuka cakrawala pengetahuan kita untuk menjadi bagian warga Indonesia yang berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sang penulis -yang juga merupakan seorang wikipediawan- sering mengampanyekan bahasa Indonesia dalam setiap unggahan di laman media sosialnya.

Yang pasti, membaca Xenoglosofilia akan membuat kita sadar bahwa ternyata Indonesia pun memiliki bahasa yang mengikuti perkembangan milenialisme dan dunia digital. Jadi, kenapa harus ng-Inggris?



Tuban 26022019
#muthyasadeea #tulisandee #reviewbuku

1 komentar:

Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee