Tulisan ini dibuat untuk tugas cerpen subgenre "Domestic Drama"
#karyadee #domesticdrama
❤
Karin tidak tahu bagaimana harus menyampaikan pada sang suami bahwa akhir pekan ini ia harus menghadiri pelatihan yang wajib diikuti oleh semua guru dalam yayasan tempatnya mengajar. Dilema, pasti. Sayangnya, ia tak punya alasan untuk bisa izin dengan konsekuensi izin selain sakit, maka akan diberikan tuntutan untuk mengikuti pelatihan serupa di luar yayasan dengan biaya mandiri.
Pelatihan yang diagendakan oleh yayasan memang hanya dua tahun sekali dan itu selalu jatuh pada akhir pekan. Pembicara yang didatangkan juga selalu bertaraf nasional sehingga wajar jika seluruh guru yang tergabung dalam yayasan diwajibkan untuk mengikuti pelatihan tersebut. Karin tentu saja tidak punya pilihan lain.
Dan dua tahun pasca dinikahi Bagas, tibalah hari yang ditakutkan Karin. Maklum saja, suaminya sehari-hari juga bekerja dan hanya punya waktu akhir pekan untuk benar-benar quality time.
"Sepertinya, kamu ada yang mau diomongkan. Kenapa, Sayang?" Bagas bertanya ketika mendapati istrinya duduk sembari mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. Karin menatap mata bening itu, seolah tidak ingin menyampaikan kalimat yang sudah dirancangnya dengan baik.
"Ngomong, saja! Apa aku terkesan seperti seorang penjual yang tengah mendapati maling di tokonya?" Candaan Bagas spontan membuat Karin tergelak. Memang, Bagas selalu pandai untuk mencairkan suasana, berbanding terbalik dengan Karin yang lebih gampang baper.
Namun, begitu diam dari tawanya, Karin masih membisu. Lagi-lagi, ia menatap mata Bagas hingga kedalaman yang bisa diartikan oleh hatinya sendiri. Bagas mengacung-acungkan telunjuknya tepat di depan Karin dengan tawa yang menggoda.
"Jangan-jangan, mau minta tambahan uang bulanan, makanya malu-malu mau bilang. Iya, kan?" Bagas kembali menggoda istrinya, kali ini dengan aksi menggelitik sang istri. Karin sangat tidak kuat dengan jemari Bagas yang menar nakal di daerah pinggulnya.
"Ampun, ampun. Bukan begitu, Mas! Oke, aku katakan sekarang." Seketika Bagas berhenti dari menggelitik sang istri. sekarang, keduanya sudah duduk tenang di ruang makan, karena memang baru saja mereka menyelesaikan makan malam.
Karin mengambil napas dalam-dalam. "Jadi, besok ada pelatihan di yayasan dan semua guru diwajibkan ikut. Kabar lebih buruknya lagi, bukan hanya di Sabtunya, tapi juga pada hari Ahad. Aku malu mengatakannya, Mas. Aku merasa belum bisa jadi istri yang baik dengan masih memikirkan urusan pekerjaan ketika di rumah. Padahal, kamu selalu bekerja dengan baik sampai-sampai setiap tugas kantor tak pernah kamu bawa-bawa sampai ke rumah," tukas Karin sembari menundukkan kepalanya.
Bagas tersenyum melihat sang istri yang masih belum berubah sejak dua tahu lalu ketika menikahinya. Perempuan di hadapannya, masih sama, polos dan memiliki kepekaan yang tinggi. Perlahan, ia meraih tangan sang istri yang jemarinya kembali mengetuk-ngetuk meja. Sebenarnya Bagas hafal, itu kebiasaan Karin ketika berada dalam posisi bimbang.
"Hey! Kita sudah menikah hampir dua tahun, Sayang. Bagaimana kamu bisa lupa bahwa suamimu yang gantengnya maksimal ini adalah rajanya pemaaf dan pentolerir tingkat dewa? Aku bukan Hitler yang akan mengacuhkanmu hanya karena tidak bisa menghabiskan weekend bersama. Bukankah setiap malam kita selalu bersama?" Dan kalimat terakhir Bagas lebih pada ke arah godaan. Karin tersipu mendengarnya.
"Jadi, apakah kamu ingin membayar di awal untuk weekendmu besok?" Bagas berbisik nakal tepat di telinga Karin. Dan tanpa meminta persetujuan sang istri, ia sudah membopong perempuan bertubuh mungil itu ke kamar.
Hey! Itu sangat sederhana, Karin.
❤
Tuban 18112018
#muthyasadeea #tulisandee
#kelasfiksiODOP #domesticdrama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee