Senin, 27 Agustus 2018

Juha-Anwar, Bungin Empat Tahun Lalu dan Sekarang

Dua anak manusia itu berlarian di bibir pantai, membiarkan tapak kaki mereka mencetak lembut pasir putih yang dipijak. Tawa cekikikan mereka didengar langit kemudian beradu dengan debur ombak yang pecah perlahan dihembus angin lembut. Mereka sepasang anak adam. Sayangnya, ketika mendekat, keduanya masih tampak anak-anak, seusia 14-15 tahun.
"Kaji capek, War," gadis berkuncir kuda itu berhenti dengan napas terengah-engah sembari berlutut memegangi kedua kakinya yang berdenyar hebat.
"Kita istirahat," ajak bocah laki-laki yang sedikit lebih pendek dari gadis berkuncir kuda tersebut. ia mengangguk. Ajakan istirahat itu bukan sekadar berhenti dari lari-larian mereka, namun mereka menjadikan pasir pantai bak kasur empuk. Keduanya tiduran sambil menatap langit luas yang sebentar lagi menguning, mengantar matahari ke peraduan.
"Bapak bilang, setiap harinya lahan kita akan menyempit. Sia tak ingin pindah atau sekolah di luar Bungin, Juha?" Bocah laki-laki itu bertanya yang ditujukan untuk Juha, gadis di sampingnya, hanya saja pandangannya tetap fokus mengarah langit. Dan si gadis, Juhaira, menolehnya, mencari keseriusan dari kalimat pernyataan sekaligus pertanyaan yang didengarnya baru saja.
Lama Juha terdiam dan justru kini ikut sibuk menatap langit. Barang kali, dari sana ia mendapat ilham sebuah jawaban yang dilukiskan oleh gumpalan awan atau dari barisan burung gereja yang sibuk bernyanyi mengiring senja.
"Kaji ingin melanjutkan sekolah di luar Bungin, Juha. Kaji mau meninggalkan Bungin," ujarnya lagi yang membuat Juha langsung bangkit dan duduk dengan tatapan penuh intimidasi pada sosok laki-laki yang masih dengan santainya tiduran menggunakan kedua tangannya sebagai alas.
"Kakuda, Anwar? Bungin adalah rumah kita. Siapapun bisa memiliki rumah di sini. Kakuda to Sumbawa?" Juha meracau. Ada serak di suaranya. Anwar segera duduk, menghadap tepat pada Juha yang tengah tertunduk. Tangan hitam legamnya berayun di depan wajah Juha. Perlaha, gadis berlesung pipi itu mengangkat kepalanya. Matanya memerah dan ada genangan di sana.
"Bungin adalah kampung halaman kita. Kaji hanya ingin melihat kehidupan di luar Bungin. Setelah lulus SMA, kaji pasti balik ta kota. Kaji juga ingin menjadi bermanfaat dengan mengembangkan Bungin menjadi lebih baik. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bungin ini, akan seperti apa tanah kita kelak. Juha harus percaya, kaji pasti balik dengan kedaan lebih baik." Kalimat Anwar seolah menghipnotis Juha, membuat gadis berkuncir kuda itu mengangguk dibarengi setetes bening yang meluncur cepat di ujung matanya. Namun, bibir itu mengukir senyum, memamerkan lesung yang semakin manis.
***
Sumbawa, 19 Agustus 2018
Memasuki semester tiga ini, aku sedikit baru bisa menyebut bahwa kuliah merupakan benar-benar perjuangan. Apalagi menekuni jurusan arsitektur yang harus putar otak, memadukan pengetahuan dan kepiawaian memecahkan masalah. Belum lagi membangun koneksi dengan arsitek-arsitek senior yang lebih berpengalaman di bidang ini.
Namun malam ini tidak biasa. Ada yang aneh. Aku menghubungi keluarga di Bungin, termasuk Juha. Tak seorang pun menerima panggilanku. Kuputuskan untuk menghubungi Pak RT.
"Tabe, Anwar. Me kota gempa dan kebakaran dari drum bensin dagangan Zainal. Kaji tak bisa lama-lama menerima panggilan." Hubungan putus. Napasku berkejaran. Baiklah, sejak kemarin memang ada banyak kabar gempa di Tanah Lombok, bukan Sumbawa. Sepertinya setengah kewarasanku hilang. Haruskah aku menunggu sampai besok pagi untuk menyusul ke Bungin? Atau detik ini juga aku bergegas? Bukankah itu hal bodoh dan tergesa-gesa.
"Baiklah, Anwar. Kamu hanya akan tidur empat jam. Besok fajar segera cari transportasi untuk sampai ke Bungin," tegasku pada diri sendiri.


Tuban, 27 Agustus 2018.
Semua yang masih diikhtiyarkan untuk kebaikan, al-fatihah.
#muthyasadeea
#tulisandee
#karyadee
#odopbatch6

1 komentar:

  1. ow ow ow, tulisan ini bikinnnn seolah-olah berada di situasi tersebut. good job mba!

    Salam Kenal
    Salam ODOP :)

    BalasHapus

Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee