Selasa, 10 Juli 2018

Barisan Puisi dalam Penantian #jombloersmerapat


Bismillaahirrohmaanirrohiim...
~
~
~
Wahai yang di sana...
Pemilik jiwa yang aku sendiri belum tahu.
Rinai doaku tersusun indah bak buliran tasbih yg terangkai panjang menemani jemariku menyebutkan asma-Nya. Mengalirkan harap untuk memotong waktu tanpa menghentikan takdir. Mendioramakan kehidupan berhiaskan penantian akan masa yang tak mungkin Dia lupakan.
Wahai yang di sana...
Pemilik jiwa yang dititipi tulang rusukku oleh-Nya.
Tangisku yang kadang mengulum senyum berangankan hadirmu yang masih entah kapan menyua. Hanya memimpikan bijakmu yang akan menuntunku mengenal-Nya. Tanpa harus menduakan fitrah yg tak selayaknya hanya membinasakanku karenamu.
Wahai yang di sana...
Pemilik jiwa yang tengah mengalirkan doa dalam menantiku.
Bahagiaku kini sepenuh husnuzhzhann yg menggantung indah di setiap sudut hatiku. Berbisik indah dalam lumbung akal yg akan selalu terekam mesra dalam indera keenamku. "Ia tengah meniti tangga ilmu untuk bekal kelak menuntunmu menapaki jalan yang diridhoi-Nya".
Wahai yang di sana...
Pemilik jiwa yang namanya dipasangkan dg namaku dalam catatan Lauh Mahfuzh.
Di sini, aku dengan segala batas ke'bertahan'anku menantimu. Mencoba berdiri di atas kedua kaki yang mulai melelah. Meski kusadari, di atas kuasaku, masih ada kuasa-Nya yang tak mungkin melepasku. Menanti sang waktu yang entah kapan Dia akan akan menjajikannya. Ya!! Masa dimana aku dan kamu bersua dalam ridho-Nya.
Wahai yang di sana...
Pemilik jiwa yang belum juga kusapa.
Karena sungguh!! Aku tak mengharap hadirmu disertai beribu kesempurnaan. Bak Yusuf dengan ketampanannya. Atau mungkin Sulaiman dengan kekayaannya. Atau bahkan Muhammad sekalipun dengan santun & akhlaq yang memukau. Cukup dengan bagaimana kau mengajarkankku makna 'bismillah', dimana aku hanya akan bermakmum pada titah & kehendakmu dalam ridho-Nya.
Wahai yang di sana..
Pemilik jiwa yang masih menanti masa menyuaku.
Karena hatiku kini telah mulai melemah. Membayangkan dimana maut memutus jalan penantianku. Dan mungkin, bukan lagi kesenangan dunia yang ingin Dia berikan. Melainkan sebuah kejutan dalam alam abadi. Disaat itu pulalah, peran maut terasa. Merubah bentuk sebuah penantian hanya menjadi kesia-siaan. Lalu, salahkah aku yang ingin bersegera menyuamu dalam mahligai suci??
Arrghhhh....Tertawalah!!
Wahai yang di sana...
Pemilik jiwa yang menitipkan cintanya pada Tuhanku.
Tak ada yang lebih dekat dari sekedar kematian. Ya!! Siapapun itu. Kemudian, bagaimana pengabdianku bermuara ke ujung pintu surga tanpamu? Sungguh!! Hal yang cukup luar biasa sulit untuk menuai 'emas' pahala tanpa mengabdikan diri. Lalu, bagaimana pula aku memosisikan 'aku' yang mulai sibuk dengan angan maut esok? Huft....
Wahai yang di sana...
Pemilik jiwa yang menginginkan aku jauh lebih sabar dari ini.
Kelak, jika mungkin Dia telah benar-benar memanggilku terlebih dahulu, itu bukan berarti Dia tak mengabulkan do'amu. Seperti bisik husnuzhzhannku, Dia ingin, aku dan kamu bersatu di 'arsy-Nya. Mempersunting bidadari dunia yang tengah menantimu di Firdaus-Nya. Amiiiin,,,,
Wahai yg di sana...
Pemilik jiwa yang diliputi kerisauan dalam masa penantianku.
Aku tertegun membayangkan esok. Bukan! Bukan dimana aku dan kamu bersua layak bahagia dalam mahligai suci. Namun, bagaimana jika ternyata, Dia mempertemukan kita lantas segera memisahkan kita pula? Harus, aku mejalani hal yg sama untuk kedua kalinya? Sudahlah!! Dia tau yang terbaik untuk membahagiakan kita.
Wahai yang di sana...
Pemilik jiwa yang dijanjikan Tuhannya untuk menyempurnakan separuh ibadahku.
Tak tahu bagaimana harus mengambil keputusan. Hanya satu yang bisa kuungkap sekarang. Ya!! Aku sudah tak punya cukup waktu lagi untuk menantimu bermain-main. Aku siap, jika memang harus menganalmu hanya dari lisan-lisan tsiqqoh terdekatku. Akan aku terima hadiah terindahmu meski langsung menatapmu dalam rinai suci. Segera melarikanku ke singgasana pelaminan yg kuharap dalam hitungan jari ini.
Allaah,,
Allaah,,
Allaah,,
Wahai yang di sana...
Pemilik jiwa yang masih jadi rahasia besar-Nya hingga detik ini, aku masih menantimu.
Catatan terakhir ketika aku telah benar-benar di ujung ke-bertahan-anku memaksakan untuk bersabar.

Dan aku hanya mampu menangis. Sibuk dengan bekalku untuk tamu tak di undang esok, yang entah kapan menjemputku. Tak lagi hiraukan penantian ini. Janji-Nya pasti dan aku masih sangat percaya akan hal itu. Siangku berhiaskan malam sunyi. Sedang gelapku, ricuh atas isak yang tak kunjung usai dari hulunya. Biarlah orang berkata apa!! Aku merasa damai dalam dzikirku. Meski aku terlihat egois di mata mereka.
Ahhh, andai mereka tahu!!
Apa dan bagaimana keadaanku saat ini, adalah sebuah anugerah terindah dari-Nya. Aku yang masih dengan segala upaya susah payahku untuk mencari dan menekuni hakikat hidup. Mencoba meyaqini, meski tak mampu menyuamu di dunia, Dia akan menyatukan kita dalam keabadiaan-Nya.
^_^Aku, yang mencari bekal untuk dunia asliku^_^
Syawal, Juli
Diantara rapat sekolah yang mulai membosankan.
Regards, Dee

2 komentar:

Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee