Senin, 26 Desember 2016

Media Sosial

Bismillaah...
Oleh : Muthya Sadeea

Di zaman yang serba instan dan canggih ini, sudah hampir 80% persen manusia merupakan pengguna aktif media sosial yang bisa berupa apapun. Dan kesemuanya akan memiliki fungsi berbeda-beda sesuai pengguna.
Tempat berkeluh kesah...
Bisnis...
Reuni...
Tambah relasi...
Dakwah...
Komunikasi...
Pencitraan...
Hmmm, apalagi ya??
Sebagai pengguna dan pembaca media sosial, yang perlu kita lakukan hanyalah tabayun, jika diperlukan. Jika memang tidak nyaman dengan postingan orang lain, sudah, kita abaikan. Kita tidak pernah tahu apa motif seseorang ketika mengirimkan postingan mereka.
Terkadang, kita terlalu baper atau tersindir dengan postingan orang lain. Namun, tanpa bertabayun, sudah benarkah jika kita menghakiminya sepihak??
Pertemanan dunia maya memang penting, tapi tidak pernah dan TIDAK AKAN PERNAH lebih penting dari pertemanan di dunia nyata.
Kita tidak bisa mempermasalahkan postingan orang lain yang tidak ada urusannya sama sekali dengan kita. Perkara kita tersindir atau baper, jelas itu salah kita sendiri.

Saya, dulunya juga seorang pengguna media sosial aktif (sejak 2008). Facebook, instagram, BBM, whatsapp, line, path, twitter, wechat, telegram, dan entahlah. Seingat saya, setiap ada aplikasi media sosial baru, saya selalu punya akun (tapi belom sempet kecanduan vlog). Dan semakin ke sini, saya hanya mengaktifkan BBM, whatsapp, dan instagram. Meskipun akun yang lainnya aktif, tapi sudah sama sekali tidak saya fungsikan. Mengapa demikian? Tentu perjalanannya panjang. Sebagaimana AbG labil pada umumnya, saya juga berkeluhkesah di banyak media sosial. Sekarang twit, besok ngepath, lusa post, update, unggah poto, gituuuu terus. Hingga pada akhirnya saya bertemu pada titik jenuh dan termenung lama. Apa kemudian saya benar-benar lega setelah menumpahkan segalanya di media sosial? Dan dari pengalaman saya pribadi, itu nihil. Mungkin, saran dari banyak orang sangat membantu, tapi tulisan yang terbaca akan sangat berbeda dengan suara yang didengar atau tangan yang merengkuh. Itu sekilas media sosial yang berfungsi sebagai tempat berkeluh kesah.

Memanfaatkan media sosial sebagai sarana bisnis, saya baru, bahkan masih sangat baru sekali. Tapi, karena sudah ditipu hampir setidaknya 10an orang, saya menyadari, bisnis online itu riskan sekali. Tidak ada yang bisa menjamin kebenaran dibalik akun yang kita kenal. Namun, sekalipun sudah tertipu kesekian kali untuk ukuran saya yang masih baru, saya tidak pernah merasa kapok. Masih mengulangnya lagi, lagi dan lagi. Apa yang membuat saya begitu nekat? Allaah! Rejeki tidak pernah salah menemui tuannya. Kita mungkin tidak bisa menemukannya hanya dengan diam, tapi rizqi juga tahu bagaimana caranya ia pulang kepada tuannya. Media sosial akan benar-benar sangat membantu bagi para pebisnis yang tidak memungkinkan untuk bertindak kesana kemari dengan lincah. Tapi, niat harus benar-benar kokoh dan berani ambil resiko untuk bisnis online.

Dengan media sosial pula, saya menemukan banyak teman yang sudah benar-benar lost contact. Ya, maklum. Karena saya mengenyam 7 tahun pendidikan di luar kota kelahiran saya. Bersyukur, berkat adanya media sosial, shilaturrajim tetap tersambung. Meski rasanya sudah beda karena jelas itu kentara sekali. Karena mungkin, bersahabat melalui media sosial, sesekali akan membuat kita menjadi sedikit sinis. Chat mulai jarang terbalas, obrolan grup jarang nimbrung. Lumrah? Lumrah sekali. Itu sebabnya, pertemanan dunia maya tidak akan pernah bisa mendominasi pertemanan nyata. Tapi, jika kita memosisikan dengan baik, it's no problem. Jangan pernah malu untuk sesekali menyapa teman lama di media sosial. Mungkin, ada dari kita berfikir enggan untuk memulai percakapan. Tidakkah kita berfikir bahwa mungkin mereka juga akan beranggapan sama, enggan untuk menyapa lebih dulu? Tidak ada yang salah ketika kita menyapa lebih dulu. Asalkan jangan dibarengi embel-embel ada perlunya. Lakukan dari hati.

Banyak pula para da'i yang melanjutkan dakwahnya melalui media sosial. Tentu hal itu mudah dilakukan sebab mereka sudah memiliki nama dan tinggal menyebarluaskan dakwahnya yang tak bisa dimaksimalkan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu merupakan profesi, maka tidak memungkinkan media sosial yang ditempatkan sebagai media dakwah, untuk digunakan sebagai hal-hal diluar dakwah.

Ini bagian paling parah, ketika media sosial justru menjadi ajang untuk unjuk pencitraan. Status dan postingannya benar-benar berbanding terbalik dengan kehidupan sebenarnya yang dijalani. Karena sekali lagi, kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari postingannya saja. Kita juga tidak seharusnya menjadi hakim dengan memberikan justice atas postingan. Dari awal juga sudah saya tegaskan bahwa kita tidak pernah tahu apa niat awal seseorang mengirimkan postingan mereka. Yang bisa kita lakukan hanya membacanya jika perlu, mengabaikannya jika mengganggu.

Ingatlah etika ketika bermedia sosial. (*Hasil ringkasan saya sendiri)
1. Gunakan bahasa sopan yang tidak mengandung sara, kata provokatif atau menjatuhkan seseorang. Seburuk apapun niat kita ketika mengirimkan sebuah postingan, jangan biarkan dosa mengucu lantaran tulisan kita yang tidak seharusnya.
2. Ketika memberikan komentar, jangan sekali-kali menggurui atau menjatuhkan. Bisa jadi postingannya menceritakan hal lain yang justru sama sekali tak ada hubungannya dngan kita. Apa kemudian itu akan membuat hati kita lega dengan mengkritik tajam?
3. Media sosial hanyalah dunia maya yang pada kenyataannya tidak bisa kita padukan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan mengirimkan hal-hal negatif atau positif sekalipun, tidak akan merubah apapun dalam hidup kita. Jika benar-benar ingin memberikan manfaat untuk orang lain, coba lepaskan ponsel sejenak dan tengoklah kanan kiri, betapa masih banyak tangan yang menunggu uluran kita.

Media sosial memang membuat kita terpana sejenak. Jika sudah asyik, bahkan kita terlupa dengan begitu banyak pekerjaan. Apa hal seperti itu yang kemudian disebut sebagai memberikan manfaat untuk orang lain melalui media sosial.

Sesungguhnya, setiap amalan kita akan mendapat balasan. Baik buruknya, hanya Allaah lah sang Pemberi Hak Prerogatif untuk menentukannya.

Ngantuk berat*
Tuban26122016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee