Rumah Sakit, menjemput tengah malam...
“Bagaimana keadaannya, dok?”, tanya pemuda itu saat seorang dokter keluar dari ruang ICU. Dokter baya itu memandangnya.
“Anda keluarga pasien?”, tanyanya.
“Oh, bukan dok. Saya yang tadi menabraknya”, jawabnya dengan jujur. “Bagaimana keadaan pasien?”, ulangnya lagi.
“Pasien kehilangan banyak darah. Kami membutuhkan donor darah yang sesuai dengannya. Dan kalau memang anda bukan keluarga pasien, itu berarti kemungkinan kecil jika pihak rumah sakit mengandalkan anda. Karena darah pasien memang sangat langka”, ujar dokter itu panjang lebar.
“Rhesus O negatif?”, tanya pemuda itu.
“Ya”, jawab dokter singkat.
“Itu sama dengan golongan darah saya. Dokter bisa mengambil sebagian darah saya. Lakukan transfusi secepatnya untuk menyelamatkannya dok”, ujar pemuda itu dengan sangat tegas.
“Pasti! Suster, antar dia ke laboratorim. Siapkan ruang bedah”, ujar dokter itu pada kedua suster yang ada di belakangnya.
Menjelang pukul 3 pagi....
Pemuda itu terjaga dari tidurnya. Di depannya, perempuan tak dikenalnya masih terbaring tak sadarkan diri. Tampak begitu pucat.
Ukiran yang benar-benar sempurna. Sungguh, Maha Suci Engkau Sang Pembentuk sebaik-baik bentuk. Mata tajam itu enggan untuk berkedip. Menatap wajah asing yang tak tak pernah dijumpainya sebelumnya.
Sosoknya beranjak menuju kursi yang berada di sudut ruangan. Mendapati sebuah tas mini yang tadi sempat diambilnya dari jalan. Walau ragu, dibukanya perlahan isi tas mini hitam itu.
Sebuah ponsel, dompet dan chocolate mini notes. Ponsel itu mati. Pasti karena tadi terbentur dengan benda keras. Atau bahkan mungkin, terbentur aspal. Sebuah dompet. Perlahan, dibukanya dompet coklat tua itu. Pertama yang dilihatnya adalah photo yang menggambarkan dua orang permpuan dengan tawa yang begitu lebar. Dan sebuah photo lagi. Seorang laki-laki yang tampak tersenyum begitu tulus dengan sebuah kotak cincin di tangannya. Di balik photo itu, dia menemukan kartu pengenal.
Anisa Rahma. 20 tahun. Dari Semarang. Ejanya dalam hati.
Dirapikannya kembali dompet itu. Berganti menimang ponsel putih yang kini digenggamannya.
Tak lama, nada pembuka berbunyi. Menunggu beberapa waktu, 12 pesan masuk. Dibukanya kedua belas pesan tersebut. Hanya dari satu orang yang sama.’Best Friend’.
Nungguin balesan ya? Me'ep! Dari kamar mandi
Uda kelar jagung bakarnya?
Pulang kan, Sa?
Kok ga dibales?
Srius ni, Sa! Uda jam 10 ni..
Malah ga aktif si?
Sejak kapan si suka boong gini?
Sa, aku ga balas sekali bukan berarti kamu bisa ga bales berkalikali
Anisa, hello!!
Sumpa aku ngantuk banget! Uda ganti hari ni...
Kamu bercandanya kelewatan, Sa! Ga suka aku..
Deal! Aku bobok dulu. Sampe ketemu dalam mimpi..
Pasti dia adalah orang terdekat Anisa. Terkanya sendiri. Kini, tangannya meraih notes mini itu.
Kalau privacy gimana? Aku kan ga berniat buruk. Hatinya berkecamuk sendiri. Meski tak sesuai dengan kata hatinya, ia nekat membuka halaman pertama notes mini itu.
My Great Plan at 2015
May Allah always blessing me everytime and everywhere
About my dream....
And I’ll reach it! Welcome 2015
Keningnya berkerut. Ini catatan sejak setahun lalu. Untuk barang sekecil ini dan masih disimpan. Pasti sangat berharga. Dan tentunya, pribadi. Hatinya berkecamuk sendiri. Namun, tangannya masih nekat membuka setiap lembaran yang bertuliskan sebuah rencana dan pencapaiannya.
At july,2015...
U’ve hurt my heart. All of u’r promise in mouth only. Don’t worry. I’ve forgiven u. But, no matter! And now, I’ll throw u’r shadow away. Than, u’re just my past.
I’m sorry love...
Ia kembali mengerutkan keningnya.
September, 2015...
I still have many futures. And I have a best friend, Vani. I wont to be give up. Spirit n smile
Ia tersenyum sendiri mebacanya. ‘Best Friend’ itu, Vani. Mungkin dia orang yang bisa dihubungi. Nasihat hatinya. Ia mengangguk-angguk sendiri.
Rabu, 07 September 2016
#2
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee