Assalaamu'alaykum wa rohmah wa barokah.
Phoe!!
Lama ya, tak bersua, bertukar kabar atau saling komunikasi. Tapi, doa antara aku dan kamu, masih saling bertemu di beranda 'arsy-Nya. Betul??
Tiga tahun, hidup jauh, jauuuh banget dari keluarga, membuat aku yang sekarang jadi kian dewasa. Selain itu, berkat kuasa Allaah pula, pertengahan Robi'ul akhir kemarin, putri sulungku lahir. Aku belum berani menyebut diriku ayah, karena sesekali dan bahkan berkali-kali, aku masih belajar pada istriku. Muthya Sadeea. Sengaja pakai nama kamu. Gegara inilah, pada akhirnya aku menceritakan semuanya pada Annisa. Dan kamu tahu, kisahku ditulisnya dengan sempurna pada blog pribadinya. Kamu bisa baca sendiri. Yang pasti, kamu bakalan nangis bombai. Hafal betul aku sama kebiasaan buruk kamu itu, yang sedikit-sedikit mewek.
Iya, Phoe...
Dalam dua tahun, prosesku lama banget untuk bisa benar-benar mencintai Annisa tanpa cacat. Di setiap pintaku, tak henti-hentinya aku meminta supaya dicintakan seutuhnya pada istriku. Sekalipun aku tak punya alasan untuk tidak mencintainya, tapi, hatiku masih separuh. Bahkan, sesekali aku bertanya pada hatiku sendiri. Bagaimana bisa aku menerima begitu saja perjodohan ini? Annisa sudah serupa paket lengkap yang dikirim Allaah untuk melengkapi hidayahku. Selain sempurna hafalan qur'annya, perangainya yang halus dan sabar serta kecerdasannya. Cerdas membagi waktunya untuk kuliah, mengurus suaminya, memasak dan lainnya. Dia sangat patuh terhadapku, yang bahkan berada jauh di bawahnya, baik dari segi usia maupun keilmuan. Sekali pun, ia tak pernah melangkahkan kaki keluar rumah tanpa seizinku.
Rasa-rasanya, aku tak punya waktu untuk sekadar merenung ataupun menangisi keadaanku. Tiap kali menangis diujung malam, yang sudah berusaha aku simpan sedemikian rupa, ia, Annisa, selalu saja muncul sembari menghapus airmataku. Kemudian menggenggam erat tanganku sembari melafazhkan ayat-ayat Alqur'an.
Aku harus mencintainya dengan benar kan, Phoe??
Dua tahun, aku tak berani jujur atas hatiku yang belum seutuhnya mencinta Annisa. Aku berusaha mati-matian mengubur semua yang ada dalam hatiku dan hanya berfikir tentang Annisa. Setiap kali aku goyah, aku hanya menemukannya dan segera memeluknya. Mungkin, dengan begitu aku tidak perlu merasa bersalah.
Jika dia bukan Annisa, dia pasti minta t**laq. Sikapku yang sudah sangat kelewat batas, ia dengan begitu mudah memakluminya. Hal itu membuatku semakin terlihat benar-benar seperti orang bodoh.
Iya, Phoe!!
Tak peduli berapa lama, lukaku pada akhirnya sembuh. Meski aku tak bisa berterus terang bagaimana aku melewati hari-hariku, setidaknya, saat ini aku mempercayai penuh setiap apapun yang dilakukan Annisa.
Ketika pada akhirnya aku mengungkapkan ini semua padamu, aku rasa, kamu akan memahami dengan baik janji yang pernah aku ucapkan untukmu lima tahun silam. Mungkin, waktu itu aku masih anak SMA, bocah tengik di matamu. Dan bahkan, aku bisa menjamin, kamu pun tak akan mengingat pasti janji seperti apa yang telah kubuat. Itu, tak masalah bagiku. Toh, urusan janjiku itu pada diriku sendiri, bukan pada orang lajn.
Phoe....
Seharusnya saat ini bahagiaku lengkap. Tak ada yang kurang dari hidupku saat ini. Tapi...
Beberapa waktu lalu, tiba-tiba saja Irwan menghubungiku (kamu pasti masih sangat membencinya). Aku sendiri kaget, bagaimana ia bisa menemukan aku dengan begitu tepatnya. Ah, tak heran. Memang seperti itulah Irwan. Iya, khan??
Aku mendengar semua darinya, tanpa jeda. Bahagiaku luntur perlahan. Jika saja Annisa saat itu sedang tidak dalam keadaan hamil, aku juga akan bergegas pulang. Aku selalu selangkah di belakang Irwan sekalipun aku merasa antara aku dan kamu sudah gak ada jarak.
Argh, Phoe...
Aku tak ingin menyesali keadaan. Jadi, tolong, jangan biarkan aku meratapi penyesalan dengan melihatmu. Seperti kamu memintaku untuk bahagia, kamu pun harus bahagia.
Antara aku dan kamu, semoga cukup menjadi alasan bahagiaku dan bahagiamu. Sementara aku menjauh, kamu juga harus berbalik. Fahimti??
Aku hanya akan mengenangmu sebagai Phoe. Tidak seorangpun akan menggantikannya. Namun, jika suatu hari nanti kamu dapati panggilan serupa dari orang lain, mungkin, aku tengah bereinkarnasi dengan wujud lain.
Wassalaamu'alayk, Phoe.
Kesayangan Andinillah Farhan
Jerman, musim gugur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee