Sabtu, 05 Desember 2015

Hai, Izrail...!

Bismillaahirrohmaanirrohiim….
Diawali dengan firman Allah
ﻭ ﻧﺤﻦ ﺃﻗﺮﺏ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻨﻜﻢ ﻭﻟﻜﻦ ﻟّﺎ
ﺗﺒﺼﺮﻭﻥ
“Dan kami lebih dekat kepadanya daripada kamu tapi kamu
tak melihat”.QS 56:85
Sungguh, tak ada yang lebih dekat dengan kita kecuali kematian. Betapapun hebat seseorang, tak akan pernah bisa berlari dari sebuah kematian. Pernah dikisahkan dalam sebuah hikayat.
Syahdan, ada seorang raja yang benar-benar kaya. Dia ingin mengadakan sebuah pesta mewah dan mengundang
raja-raja dari negeri seberang. Ia berfikir, tentu dengan diadakannya pesta mewah, akan semakin banyak orang yang mengagumi dan membanggakan kekayaannya. Hingga tibalah hari pesta yang mewah itu. Pesta itu dijaga ketat oleh pengawal-pengawal istana yang bertubuh tinggi besar. Sang raja berpesan, supaya yang mengikuti pesta
mewah itu hanya orang-orang terhormat dengan pakaian mahal. Para pengawal pun menaati perintah sang raja. Namun, ditengah-tengah pesta, ada seorang yang
memaksa masuk. Para pengawalpun berusaha mencegahnya. Namun, kelihatannya orang tersebut terlalu
kuat. Pintu baja itupun berhasil dirobohkan. Sang raja dan para tamu bukan main kagetnya melihat pintu yang sebegitu besarnya bisa roboh. Terlebih, di belakanganya berdiri hanya seorang laki-laki tua.
“Siapa kau?”, murka sang raja menghadap laki-laki itu.
“Aku malaikat maut yang akan mengambil nyawamu saat ini juga”. Sang raja bergetar bukan main mendengar suara lantang laki-laki itu. Keringat sebesar jagung meleleh dari pelipisnya. Ketakutan menjalar di sekujur tubuhnya.
Ah,,itulah kematian!!
Tak ada yang mengundangnya. Namun, ia pasti datang. Meski banyak yang menafikan akan hal itu, berfikir, hidup itu masih lama dan jalan itu masih panjang. Aha!! Tidak sesederhana itu.
ﻛﻞّ ﻧﻔﺲ ﺫﺍﺋﻘﺔ ﺍﻟﻤﻮﺕ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”.
Kalimat ini ditagaskan dua kali oleh Allah dalam firman Nya
( Al-Anbiyaa’:35 dan Al-‘Ankabuut:57 ). Dan jika dibahas lebih, maka Allah sekaali lagi akan memberikan pengumuman. Dan itu tidak tanggung-tanggung.
1. ﻟﻜﻞ ﺃﻣّﺔٍ ﺍﺟﻞٌ ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺀ ﺃﺟﻠﻬﻢ ﻓﻼ ﻳﺴﺘﺌﺨﺮﻭﻥ ﺳﺎﻋﺔً ﻭﻻ
ﻳﺴﺘﻘﺪﻣﻮﻥ ‏(ﻳﻨﺲ 49:
2. ﻭﻟﻜﻞ ﺃﻣّﺔٍ ﺍﺟﻞٌ ﻓﺈﺫﺍ ﺟﺎﺀ ﺃﺟﻠﻬﻢ ﻓﻼ ﻳﺴﺘﺄﺧﺮﻭﻥ ﺳﺎﻋﺔً ﻭﻻ
ﻳﺴﺘﻘﺪﻣﻮﻥ ‏( ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ 34:
3. ﻓﺈﺫﺍ ﺟﺎﺀ ﺃﺟﻠﻬﻢ ﻓﻼ ﻳﺴﺘﺌﺨﺮﻭﻥ ﺳﺎﻋﺔً ﻭﻻ ﻳﺴﺘﻘﺪﻣﻮﻥ
‏(ﺍﻟﻨﺤﻞ 61:
Bahwa kesemuanya itu menjelaskan, bahwa tidak ada toleransi waktu untuk “nafs”. Jika sudah tiba, maka tibalah.
Apa masih perlu memandang tua muda? Laki-laki perempuan?? Atau bahkan kaya miskin?? Tidak!! Sama sekali tidak. Ukuran kesuksesan seseorang dalam segala aspek kehidupan, tak sepatutnya layak dijadikan penentu datangnya ‘tamu tak diundang’ ini. Segala sesuatu, jika
memang masih di tengah jalan, lantas layak dijadikan acuan barometer kematian, maka, tak akan ada penyesalan.
Contoh riil yang sering dinafikan manusia, adalah ketika mereka menganggap usia muda, kemudian menyepelekan
segala sesuatunya dengan, “kamu masih muda”. Terlepas dari pantauan Al-Qur’an dengan segala ketetapannya, kita mungkin pernah melihat atau setidaknya menengar cerita tentang seorang yang ‘tiba-tiba meninggal’. Ya! Itu tak ayal
bukan? Sore ini, si fulan sedang asyik bermain, tapi, menjemput malam, si fulan yang ceria telah tiada. Itu bukan sebuah ke-mustahil-an.
Mati adalah sebuah kata yang tak jarang, membuat adrenalin seorang pemimpinpun akan terkuras. ‘ia’ memang
acapkali menjadi bayang-bayang orang yang senantiasa mengingatnya. Bagaimana tidak? ‘ia’ sangat tidak tahu
sopan santun. Datang tanpa permisi. Aha! Persepsi gila yang pastinya akan menimbulkan kontroversi. Padahal,ah,
sadarkah manusia. Man nahnu?? Jiwa yang dititipi ruh oleh_Nya. Tak lebih dari itu!
ﻳﺂﺃﻳّﻬﺎﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﻛﻨﺘﻢ ﻓﻲ ﺭﻳﺐٍ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﻌﺚ ﻓﺈﻧﺎ ﺧﻠﻘﻨﺎﻛﻢ ﻣﻦ ﺗﺮﺍﺏٍ ﺛﻢ
ﻣﻦ ﻧﻄﻔﺔٍ ﺛﻢ ﻣﻦ ﻋﻠﻘﺔٍ ﺛﻢ ﻣﻦ ﻣﻀﻐﺔٍ ﻣﺨﻠّﻘﺔٍ ﻭﻏﻴﺮ ﻣﺨﻠّﻘﺔ ﻟﻨﺒﻴّﻦ ﻟﻜﻢ
ﻭﻧﻘﺮّ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺣﺎﻡ ﻣﺎ ﻣﺸﺂﺀ ﺇﻟﻰ ﺃﺟﻞٍ ﻣّﺴﻤّﻰ ﺛﻢ ﻧﺨﺮﺟﻜﻢ ﻃﻔﻼً ﺛﻢ
ﻟﺘﺒﻠﻐﻮﺍ ﺃﺷﺪّﻛﻢ ﻭ ﻣﻨﻜﻢ ﻣَﻦ ﻳُﺘﻮﻓّﻰ ﻭ ﻣﻨﻜﻢ ﻣَﻦ ﻳُﺮﺩّ ﺍﻟﻰ ﺃﺭﺫﻝ ﺍﻟﻌﻤﺮ
ﻟﻜﻴﻼ ﻳﻌﻠﻢ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﻋﻠﻢٍ ﺷﻴﺌﺎً ﻭﺗﺮﻯ ﺍﻷﺭﺽ ﻫﺎﻣﺪﺓً ﻓﺈﺫﺍ ﺃﻧﺰﻟﻨﺎ ﻋﻠﻴﻬﺎ
ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺍﻫﺘﺰّﺕ ﻭﺭﺑﺖ ﻭﺃﻧﺒﺘﺖ ﻣﻦ ﻛﻞّ ﺯﻭﺝٍ ﺑﻬﻴﺞ ‏( ﺍﻟﺤﺞّ 65: )
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna penciptaannya dan yang tidak sempurna penciptaannya agar Kami jelaskan
kepadamu dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang sudah Kami kehendaki sampai waktu yang ditentukan kemudian
Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah pada kedewasaan, dan
diantara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) diantara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dulunya telah ia ketaui. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuhan yang indah”. (QS 22:05)
Allah… betapa kerdilnya manusia. Namun, seringkali mengabaikan itu semua. Sungguh benar sebuah ungkapan
dari para penyair arab, “cukuplah kematian yang menjadi nasihat”.
ﻭﺗﺰﻭّﺩﻭﺍ ﻓﺈﻥّ ﺣﻴﺮ ﺍﻟﺰﺩ ﺍﻟﺘّﻘﻮﻯ
“Berbekallah. Karena sesunguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”.(Al-Baqoroh:197)
Cukuplah bagaimana Nabi itu menasehatkan, “Berbuatlah untuk duniamu seakan-akan kau akan hidup selamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan kau akan mati
esok”.

ﺇﻟﻬﻲ ﻟﺴﺖُ ﻟﻠﻔﺮﺩﻭﺱ ﺍﻫﻼً # ﻭﻻ ﺃﻗﻮﻯ ﻋﻠﻰ ﻧﺎﺭ ﺍﻟﺠﺤﻴﻢ
ﻓﻬﺐ ﻟﻲ ﺗﻮﻳﺔً ﻭﺍﻏﻔﺮ ﺫﻧﻮﺑﻲ # ﻓﺈﻧﻚ ﻏﺎﻓﺮ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ
ﺫﻧﻮﺑﻲ ﻣﺜﻞ ﺍﻋﺪﺍﺩ ﺍﻟﺮّﻣﺎﻝ # ﻓﻬﺐ ﻟﻲ ﺗﻮﺑﺔً ﻳﺎ ﺫﺍ ﺍﻟﺠﻼﻝ
ﻭ ﻋﻤﺮﻱ ﻧﺎﻗﺺ ﻓﻰ ﻛﻞّ ﻳﻮﻡ # ﻭ ﺫﻧﺒﻲ ﺯﺍﺋﺪ ﻛﻴﻒ ﺍﺣﺘﻤﺎﻝ
ﺇﻟﻬﻰ ﻋﺒﺪﻙ ﺍﻟﻌﺎﺻﻰ ﺍﺗﺎﻙ # ﻣﻘِﺮًّﺍ ﺑﺎﻟﺬﻧﻮﺏ ﻭ ﻗﺪ ﺩﻋﺎﻙ
ﻓﺈﻥ ﺗﻐﻔﺮ ﻓﺄﻧﺖ ﻟﺬﺍﻙ ﺃﻫﻞٌ # ﻓﺈﻥ ﺗﻄﺮﺩ ﻓﻤَﻦ ﻳﺮﺣﻢ ﺳِﻮﺍﻙ
……
Mampu menulis seperti ini, bukan lantas penulis telah mampu bermuhasabah diri. Semua manusia memiliki sifat sama yang terkadang lupa diri. Bukan manusia namanya jika ia tak pernah berbuat kesalahan. Semoga, tulisan ini senantiasa memotivasi kita untuk mengingat keabadian kelak. Menjadikannya sebagai nasihat untuk semua, khususnya diri saya sendiri.

Terispirasi oleh sajak yang didendangkan ibu…
ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﻼﻡ ﺍﻟﻠﻪ # ﻋﻠﻰ ﻃﻪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ
ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﻼﻡ ﺍﻟﻠﻪ # ﻋﻠﻰ ﻳﺲ ﺣﺒﻴﺐ ﺍﻟﻠﻪ
Poro sederek poro sedoyo, gedhe cilik enom lan tuwo
Panggilane Kang Moho Kuoso, gelem gak gelem bakale teko
Disalini sandang putih, yen wis budhal ra biso mulih
Tumpa’ane kreto jowo, rodho papat rupo menungso
Jujugane omah guwo, tanpo bantal tanpo keloso
Omahe ra no lawange, turu ijen ra no kancane
Ditutupi anjang-anjang, di urug disiram kembang
Tonggo-tonggo podho nyambang, tangise koyo wong
nembang
*muthya sadeea*
dalam rinai doa yang hanya bayu mendengarnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee