Selasa, 23 April 2019

The Real Pak Yai Bu Nyai KGS #DolanSemarang part 2

~~~
Selama ini punya teman-teman yang rerata keturunan darah biru/seorang pemuka agama (baca: kiai). Dan baru kali ini punya temen yang bener-bener Bu Nyai. Padahal, kenal juga cuma dari dunia maya, peronlinenan whatsaap dalam bisnis jual mainan edukasi anak. Dan kemarin (19 April)  bener-benar face to face.

Pagi itu, kami (Aku, Pepe, Dina, Naya -si adeknya Pepe, dan Mae -temen sebisnis juga) sama sekali nggak ada yang tahu kalau di ndalem Neng Rochmah (begitu kami memanggilnya) sedang ada hajat syukuran ulang tahun Hilya (putri 'tunggal' Neng Rochmah). Jadilah kami mengikuti acara tersebut, bersama mbak-mbak dan mas-mas pondok.

Singkat cerita, karena itu hari Jumat, kami harus memulakan perjalanan usai salat Jumat, menunggu Pak Yai menuntaskan kewajiban. Dan kami dijamu di kamar tamu yang cukup nyaman, masih ditambah makan siang, padahal di acara ultah juga sudah disuguhi makanan. Judulnya, makan terus.

Sekitar pukul 13.30 kami baru check out pondok. Dan disetirin Pak Yai sendiri, gaes. Shock, tapi ya seneng. Kalau emang the real ndalem sih, kagak ada yang ribet. Ini khusus guyonanku sama Dina. Yang paham mah, cuma anak pondokan. Hahahaha....

Meski masih bingung menentukan tujuan, sekitar pukul 15.00 atau lebihan mungkin, kami sampai di Eling Bening, Ambarawa. Ukuranku dan Dina, its amazing. Apalagi gratisan, hahahaha. Dan kasiannya si Naya, dia takut ketinggian, walau masih sempet juga narsis.
Jadi lokasinya bener-bener di atas bukit, penuh ketinggian. Tentu saja sangat menikmati, dong. Kami kan wisatawan kaleng-kaleng.

Perjalanan belum berakhir gaes. Sekitar setengah 5, kami menyudahi petualangan dan menuju lokasi kedua. Jangan tanya ke mana gaes, karena ternyata kita mau 'nyumbang'. Kosakata baru. Coba tebak, apa arti nyumbang bagi orang Jateng?

Rumahnya di ujung gunung dengan medan yang setiap belokan dan tanjakannya bikin kita nyebut. Seru plus deg-degan. Ada gitu, penduduk yang menetap di sana. Parahnya, tidak terdeteksi signal, sama sekali. Lupalah, nama desanya apa. Pokoknya puncak tertinggi Kabupaten Semarang.

Jam delapan malam, atau mungkin kurang, kami perjalanan pulang. Gelap tanpa penerangan sepanjang jalan. Seru, guri guri nyoooi. Dan menyempatkan diri mampir di cafe. Fotonya mampang di atas. Gelap! Tapi nggak boleh protes karena yang moto Pak Yai. Hmmm...

Cerita hari pertama berakhir di sini. Lanjut cerita lagi. Ini belum include cerita-cerita konyol sepanjang perjalanan. Nanti di tulisan receh-receh aja, deh!


🖤
Tuban 23042019
#muthyasadeea #tulisandee #ceritadee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee