Bismillaahirrohmaanirrohiim...
Salah satu bentuk keyaqinan manusia akan kehendak Allah merupakan cermin keimanan seorang hamba. Sedang tak seorang pun tahu seperti apa ukuran iman itu, patut bagi pribadi masing -masing untuk senantiasa bercermin demi perbaikan diri dalam rangka meningkatkan keimanan. Kemudian, dari muqoddimah tersebut akan muncul berbagai statement, perbaikan seperti apa yang bisa meningkatkan keimanan? Haruskah keimanan itu tampak pada perubahan (*baca:perbaikan) setiap pribadi muslim?
Perubahan dari setiap manusia dibuka dengan hijrah, yaitu menuju pada hal (suatu) yang lebih baik. Keislaman yang sudah menjadi tanda sejak lahir tidak menjamin keimanan seseorang juga telah begitu kokohnya. Sehingga, dalam rangka penyempurnaan hijrah, mengorientasi iman merupakan keputusan awal untuk menjemput hidayah. Karena dalam berhijrah, proses keimanan bukan hanya mengalami perubahan, tapi perbaikan. Orientasi iman yang mulanya karena tuntutan sesuai dengan syari'at, mulai berubah menjadi sebuah kebiasaan.
Proses hijrah yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad, bukan sekadar rihlah (perjalanan) yang tanpa mengandung hikmah. Para shahabat pada masa Khulafaur Rasyidin, menetapkan perjalanan Nabi Muhammad menjadi awal mula penanggalan hijriyah bukan tanpa pertimbangan. Dalam pengalih-tugasan Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah terdapat banyak hikmah sehingga dari sini, akan menjadi bahan renungan tentang makan hijrah sesungguhnya.
Kita perhatikan kehidupan islam di era Makkah yang dalam kurun waktu lebih dari duabelas tahun, muslim masih menjadi minoritas. Dan itu menjaafi berbanding terbalik dengan kehadiran beliau ke bumu Madinah. Semua sektor berjalan dengan seimbang. Keislaman, perdagangan, perkebunan serta kehidupan masyarakat madani yang berdampingan dengan harmonis.
Dari hal sesingkat itu, maka, pertanyaan perbaikan seperti apa yang bisa meningkatkan keimanan gugur sudah. Karena dalam proses hijrah tersebut, kita menemukan perbaikan dari segala sisi yang dilakukan oleh kaum muhajirin untuk mempertahankan keislaman sehingga dengan keberadaan mereka berdampingan dengan kaum anshar bisa meningkatkan keimanan.
Karena keadaan pada masa Nabi Muhammad jelas berbeda dengan kondisi saat ini, maka pertanyaan selanjutnya coba kita cerna dengan pasti. Haruskah keimanan itu tampak pada perubahan setiap pribadi muslim? Sebagai contoh sederhana, periuk yang dicat dengan rapi, tentu akan lebih menarik daripada periuk biasa dengan tampilan yang sudah lumrah dijumpai.
Hal paling sederhana dalam perbaikan diri dimulai dari penampilan. Bisa jadi, setiap muslim dalam rangka hijrahnya masih menapaki jalan setapak karena mencari dengan kesanggupan hatinya. Namun, ada pula yang dengan hijrahnya menjadi sosok lain yang jauh lebih baik. Karena sejatinya, hijrah menjanjikan perbaikan/peningkatan menjadi lebih baik dan bukan sekadar perubahan.
Setelahnya, sebagai muslim disempurnakan dengan akhlak yang telah diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW. Jika mungkin, sesekali masih terdapat khilaf, maka itu ma'lum karena sifat manusia. Namun, karena Nabi SAW telah mengajarkan bagaimana menahan diri serta menegndalikan hawa nafsu, maka sudah sepatutnya bagi muslim untuk meminimalisasi khilaf tersebut.
Menjalani hijrah dari seorang muslim menjadi mu'min butuh orientasi iman yang cukup. Sebagaimana dalam pengenalan masa sekolah, maka hati juga perlu dibiasakan dengan keteguhan iman baik dalam keadaan lapang maupun sempit, entah suka ataupun duka. Karena iman tak bisa diukur dengan hal kasat mata, maka setidaknya, perbaikan diri dilakukan sebagai sarana bahwa orientasi iman tidak hanya bagi mereka yang telah terlahir muslim. Namun, bagi siapapun yang merasa bahwa hijrah dalam hidupnya merupakan arah perbaikan untuk memantapkan langkah iman guna mempercayai bahwa apa yang telah Allah takdirkan merupakan hal terbaik bagi hamba-Nya.
Begitu indahnya jika hijrah diselami sebagai makna untuk perubahan positif serta sarana orientasi iman supaya terbiasa bersyukur dan bersabar. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 2018
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ادْخُلُوْا فِيْ السِّلْمِ كَآفَّةً وَ لَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنّـَه لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu sekalian dalam islam secara keseluruhan dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya, syetan itu merupakan musuh yang nyata bagimu.
Wallaahu a'lam^_^
*Dee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee