Dan mengingatmu, adalah luka yang tak akan
pernah terobati. Menggali dalam gurat kecewa yang tertanam. Merobek seribu duka yang pernah kau ukir di hatiku. Namun, mengingatmu juga adalah senyum terindah yang kurasa. Saat ku menyadari, adamu begitu berharga
dalam perubahanku saat ini. Well! Akhirnya semua jadi kekecewaanku, yang kini justru
menguras seluruh adrenalin.
Dan sungguh,
Allah begitu sangat menyayangimu. Semua yang
ada padamu, bukan hanya membuatku ingin selalu mengenangmu. Tapi, membuatku
iri. Betapa beruntungnya kamu, yang begitu dicintai oleh Tuhanku. Di sisa waktu
yang kau sendiri tak tahu kapan akan berakhir, kau telah dengan sempurna
menghafal kalam suci-Nya.
Sungguh! Semua dunia ‘mewah’mu, dengan tenangnya kau lepaskan. Kepopuleran, kekayaan, keglamoran, dan semua jubah prestasi yang kamu ukir dalam akademis, kau
lempar begitu saja demi memenuhi panggilan hatimu. Ya! Hati yang telah
dikehendaki Allah untuk lebih mendekat pada Nya.
Kalimat-kalimat indah yang sarat akan nasihat
dan ajakan kebaikan, seringkali membuatku terkesiap, menyadari akan sikap bijak
dan sabarmu untuk menghadapi kekakuan sifatku yang enggan menerimamu. Kau
telah dengan begitu indah mengajakku berdamai bersama Tuhanku. Mengenalkan
kuasa Nya yang tak tertandingi oleh apapun. Termasuk kuasa dan kayamu. Yah! Dan
terbukti.
Allah memang sangat menyayangimu. Hingga Dia tak sabar ingin segera
berjumpa denganmu. Sungguh! Penyesalanku kini hanya berujung trauma. Menyisakan
duka saat mengenangmu. Menguras adrenalin, ketika semua keping kenanganmu
menghantam jantung ingatanku.
Cintamu seolah mendarah daging dalam aliran
jiwaku. Menyatu indah dalam bulir tasbih saat mengecap asma-Nya. Semua
tentangmu membuatku hina dan sangat rendah di hadapan Tuhanku sendiri. Dan untuk
saat ini, adakah hal yang bisa kulakukan untuk membalas cintamu yang sudah
terbingkai abadi dalam sujud malam bersama Tuhanku? Biarlah Allah yang
menilai kedalaman hatiku. Karena kau telah begitu abadi bersemayam dalam
sentausamu.
~~~
Kediamanku...
Juma’t 25 September 2009/ 6 Syawal 1430
Keberanianmu patut diacungi sepuluh pasang
jempol. Dan aku menjamin, orang tua manapun, ketika ia mendengar keputusan
setegas apa yang telah kau sampaikan pada kedua orang tuaku, pasti tak akan
mampu menolakmu. Yah! Siapapun itu. Tapi sayangnya, posisi itu justru
menghimpitku. Menjadikan hari-hari yang harusnya aku lalui dengan senyum,
berganti menjadi hari kelabu dipenuhi sesak ribuan penyesalan atas semua ego
dan munafiqku. Berhiaskan danau air mata, berpantaikan tawa penuh bahagia.
Macam gadis apa aku? Mendustai perasaan yang harusnya aku rasa. Menafikan apa
yang seharusnya jadi bahagiaku.
Tahukah kamu?
Ketika aku begitu menyesali semuanya dan itu
terlambat. Yah! Kepalsuan. Aku tak tahu bagaimana harus mengambil sikap. Kau
pergi dengan tenangnya. Mengabaikan aku dengan berjuta sesal yang setiap hari
menghantui mimpiku. Namun, aku sadar. Kamu memang harus berubah. Mendahulukan
panggilan hatimu, daripada memedulikan perasaanku yang saat itu lebih dari
sekadar ombak yang terombang-ambing.
Dan masih sangat melekat dalam ingatanku.
“Akan kujemput halalmu di sini.”
Kau menunjuk bangga dadamu sembari tersenyum.
Tak pedulikan aku yang bertaruh batin untuk tidak meluncurkan mutiara beningku
melihat kepergianmu. Kepergian yang
harusnya kuhantar dengan sesungging senyum. Karena kau tengah memenuhi
panggilan-Nya. Panggilan untuk mendekat dan mengenalNya lebih jauh.
Sadarkah kau?
Aku begitu sangat mencintamu detik itu juga.
Menyesalkan keegoan yang telah lebih dari 5 tahun aku pendam. Dan harus
berujung merelakanmu berhijrah ke Negeri Pyramid. Selamat jalan...
Ahhh, tidak!!
❤
Tuban, 20092018
#muthyasadeea #tulisandee #karyadee
#komunitasonedayonepost #ODOPBatch_6 #ODOP_6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee