Sabtu, 22 September 2018

Terlambat Mengenangmu #part2



Senin 27 Desember 2010/ 21 Muharrom 1432

Mimpi itu begitu nyata. Sangat nyata malah! Yah. Aku menungguimu yang terbaring di ruang rawat inap. Tapi, tidak! Saat itu, aku telah melupakanmu. Membuang jauh bayangmu, bersama kenangan yang aku tak inginkan dia menjamur dalam ingatanku. Kutepis kenyataan bahwa itu kamu. Dan menggantikanmu dengan seseorang. Yah! Seorang yang telah mencuri sebagian isi hatiku.

Dan, semua terjawab.
Rabu, 26 Januari 2011/ 21 Shafar 1432

Rencana apa yang sedang Kau buat Allah?

Kau melupakan semua. Lebih tepatnya, tak lagi ingat apapun. Sungguh kuasa Allah yang hanya menyisakan Al-Qur’an dalam benakmu. Berita di TV seolah menjadi sangat nyata saat melihat kenyataan tentang keadaanmu. Ingin rasanya aku ikut mendakwa “Husni Mubarok” yang telah memuncakkan segala kerisuhan di bawah negeri yang dipimpinnya sendiri. Kamu terluka dan menyisakan dendam dari keluarga besarmu yang menudingku. Aku terpojok, tersudut dan harus menerima apapun yang menjadi kehendak keluargamu.

Dan aku masih belum bisa memahami, bagaimana Allah mengatur semuanya. Mengapa masih ada aku dalam otakmu? Sedang bersandiwarakah kamu atas insiden yang kau alami dengan mendakwa Negeri Pyramid? Atau jangan-jangan, ini hanya permainan konyolmu untuk segera membawaku pergi dari duniaku? Aku sedih melihat keadaanmu. Namun, aku tak bisa terima jika memang ini hanyalah bisa-bisanya kamu untuk memenuhi inginmu saja. 

Harus pada siapa aku bertanya? Sedang melihat tangis keluarga besarmu, bagaikan luka yang terus menghunjam seluruh relung sadarku. Aku pasrah. Beradu tangis yang sejak saat itu menjadi teman dekatku di setiap malam yang harus kuhabiskan dengan keberdayaanku untuk bersandiwara. Bisa kau bayangkan?

Keputusan gilamu itu banyak mengurai air mata. Mengoyak banyak luka dari berbagai pihak. Tak terkecuali aku. Aku harus berjuang jatuh bangun sendirian membangun keprcayaan. Meyakinkan diriku sendiri untuk mengorbankan orang yang ‘tak seharusnya’ menjadi korban atas keegoisanmu. Membiarkannya pergi berurai air mata kecewa atas keputusan sepihak yang belum mampu kujelaskan bagaimana keegoisanmu itu. Aku menyimpannya sendiri. Seperti membawa sekarung baja di punggung, kemanapun kaki melagkah. Dan sayang disayang, tak seorangpun tahu. Karena aku tak sanggup untuk mencorang kebaikanmu di atas keegoisanmu.

Dan aku, dengan seribu diam dan dustaku bertahan. Menyimpannya sendiri. Karena aku tahu, tangis ketidak menerimaanku tidak akan merubah segala apa yang telah menjadi ketetapan keluarga besarku dan kamu. Aku berani bersumpah, jika pada saat itu kamu sedang tertawa, sedang aku menangis, aku tak akan pernah lagi menganggap keberadaanmu di depan mataku. Ada dan tiadamu akan kuanggap sebagai alpa kehidupanku. Tidak sadarkah kamu, bahwa keputusan besar ini akan meleburkan semua mimpiku?



Tuban, 21092018
#muthyasadeea #tulisandee #karyadee
#komunitasonedayonepost #ODOPBatch_6 #ODOP_6

1 komentar:

  1. alurnya berliku, butuh kejwlian mwmaknai, juga butuh kecerdasan memahaminya... sangat bagus

    BalasHapus

Tinggalkan jejak ya...
Salam kenal, Dee